Macam-macam pengawet dalam skincare dan Kontroversi nya

Jika kita adalah skincare addict, sudah pasti tidak bisa lepas dari pengawet. Entah itu phenoxyethanol, Paraben, Chlorphenesin, dmdm Hydantoin, dll. K

Yang namanya produk pabrik untuk dikonsumsi, ya pasti ada pengawetnya, baik itu makanan, maupun yang bukan makanan. Tujuannya supaya usia simpan produk jauh lebih lama. Hal ini tidak hanya menguntungkan para produsen, namun juga demi keamanan konsumen itu sendiri. Kita nggak mau kan, keracunan makanan atau alergi produk tertentu hanya karena produk/ makanan yang telah terkontaminasi patogen?

Pengawet dalam skincare. Foto taken from Here*.

Pengawet bertujuan melindungi formula dari kontaminant baik sebelum dibuka maupun setelah dibuka.

Termasuk produk skincare yang kita pakai, hampir semuanya pasti ada pengawet nya, dong. Pengawet ini bisa berupa anti bakteri, anti jamur, antioksidan (melindungi formula dari oksidasi) atau berupa chelating agen (melindungi formula agar tidak bereaksi dengan ion logam).

Yang sayangnya, keamanan mereka pun sebagian masih jadi kontroversi di kalangan netijen indonesah.

Nah, siapa saja mereka, yuk kita kenali satu persatu...

Macam-macam Pengawet yang kontroversial 

1. Phenoxyethanol 

Yups, mungkin dialah pengawet yang paling sering muncul dalam sekincare kita. Bisa dikatakan kalo phenoxyethanol ini pengawet Broad Spectrum (anti bakteri, anti ragi, dan anti jamur sekaligus), jadi nggak heran kalo dia banyak digunakan. Dan bahkan sering pula digunakan seorang diri, tanpa bahan pengawet lain.

Dia, adalah jenis alkohol eter yang secara alami ditemukan dalam teh hijau. Namun, kebanyakan skincare menggunakan phenoxyethanol hasil modifikasi lab (sintetis). Phenoxyethanol dapat berupa cairan yang agak lengket dengan aroma seperti mawar. 

Penggunaan yang dinyatakan aman oleh FDA maupun BPOM, maksimal 1% dalam produk kosmetik.

Cara kerja Phenoxyethanol yaitu mencegah pertumbuhan bakteri, ragi, dan jamur dengan cara melawan bakteri dengan membuat lubang di membran mereka, yang pada akhirnya membuat bakteri meledak. Phenoxyethanol juga mengganggu sintesis DNA dan RNA pada bakteri dan ragi, sehingga bakteri, jamur, dan sebangsanya tidak mungkin bereproduksi dan mengontaminasi formula.

Menurut EWG, phenoxyethanol memiliki score keamanan: 2-4 (bendera kuning).

Phenoxyetanol memiliki efek samping berupa iritasi, ruam, atau dermatitis kontak terutama jika kulitnya sensitif terhadap bahan ini. Tapi mostly, aman digunakan untuk semua jenis kulit.

2. Chlorphenesin 

Adalah pengawet sintetis yang kemampuan nya 'lemah' dalam melawan tipe bakteri tertentu. Jadi harus dikombinasikan dengan pengawet lain, seperti phenoxyethanol, atau caprylyl Glycol, untuk menambah 'power' dari preservatives itu sendiri.

Pada 2008, The U.S. Food and Drug Administration (FDA) pernah melarang penggunaan produk yang menggunakan kombinasi chlorphenesin + Phenoxyethanol dalam satu formula. Sebab, dua campuran bahan tersebut bisa menimbulkan muntah dan diare pada bayi yang masih menyusui.

Namun, saat ini FDA menyatakan Chlorphenesin aman sebagai bahan kosmetik, dan menurut CIR Expert penggunan nya tergolong aman, dengan batasan maksimum,  yaitu: maksimal 0,32% dalam produk bilas, dan 0,3% pada produk leave-on.

Menurut EWG, score keamanan: 3 (bendera kuning).

Bisa dikatakan Chlorphenesin aman dipakai untuk pengawet kosmetik, tidak ada laporan data toxisitas, dan tidak mengganggu sistem organ reproduksi.
Namun, adakalanya memiliki efek samping seperti iritasi dan ruam kulit terutama kulit yang alergi atau sensitivitas nya tinggi.

3. Paraben

Adalah kependekan dari para-hydroxbenzoate. Paraben ada banyak, yaitu: methylparaben, ethylparaben, propylparaben, butylparaben.
Termasuk pengawet yang (paling) kontroversial hingga saat ini. Banyak kabar miring seputar Paraben, dan tidak sedikit konsumen yang merasa lebih baik menghindari produk yang mengandung Paraben.
 
Kabar miring ini dimulai tahun 2004, yaitu saat ada peneliti dari Inggris Philippa Dabre, Ph.D yang menemukan adanya paraben pada tumor payudara. Dari penelitian tersebut, tim peneliti menyarankan untuk membatasi penggunaan zat ini dalam kosmetik.

Akhirnya, berita tersebut tersebar dari mulut ke mulut hingga sampai ke telinga konsumen. Yang menyebabkan semacam efek 'parno'. Tak hanya itu, banyak kerugian yang juga dialami oleh produsen yang disebabkan efek berita miring ini.

Padahal, hingga saat ini, tidak ada penelitian yang benar-benar membuktikan bahwa zat ini secara langsung dapat menyebabkan kanker dan penyakit lainnya.
Paraben juga memiliki resiko efek samping, berupa alergi, ruam, iritasi, dan kulit kering pada kondisi kulit tertentu. Jadi kemungkinan hanya sebatas dermatitis kontak aja, tidak sampai mengancam nyawa.

Jadi apakah Paraben aman?

Setalah kejadian tahun 2004 itu, kemudian CIR Expert mengkaji ulang mengenai keamanan Paraben. Dan mereka pun menemukan bahwa kadar paraben yang sangat sedikit pada produk tidak menyebabkan kanker dan masih kategori aman.
 
Menurut CIR Expert, Paraben dinyatakan aman dalam produk kosmetik dengan kadar maksimal 0,2-0,8%, dibawah 1%.
 
Paraben diketahui bisa masuk ke aliran darah melalui kulit. Namun, jumlah Paraben yang berhasil terserap hanya sekitar 4% saja, kemudian akan dikeluarkan lagi oleh urin.
Bisa dikatakan, Paraben yang masuk ini jumlahnya sangat sedikit sekali.

Baiklah, mari kita hitung kasaranya:
0,2% dari 100ml (ex.toner) = 0,2ml.
4% dari 0,2ml = 0,008%.
 
Kita pake 100ml toner habis berapa bulan, Buk?
Katakan 1 bulan habis. Jadi, total Paraben yang masuk ke aliran darah kita itu 0,008% dalam satu bulan. Padahal, kenyataan nya, Paraben ini bakal dikeluarkan oleh urin, sama sekali nggak mengendap/ terakumulasi dalam tubuh. 

#Wes ewes ewes bablas Paraben e....

Dan, dari jumlah yang kecil tersebut, CIR Expert menyimpulkan, Paraben tidak cukup membahayakan nyawa, alias tidak cukup menyebabkan seseorang terkena kanker bahkan dalam jangka panjang sekalipun.

Namun, perlu diperhatikan, Paraben juga memiliki resiko efek samping, berupa alergi, ruam, iritasi, dan kulit kering pada kondisi kulit tertentu. Jadi hanya sebatas dermatitis kontak aja.😁.

Ibu hamil boleh pakai Paraben nggak?

Kalo itu hindari dulu aja deh...✌️. Ada sebuah study yang menemukan penggunaan Paraben selama kehamilan, dapat berdampak pada perkembangan bayi. Dikhawatirkan si bayi ini nanti kedepanya memiliki kecenderungan over-weight, atau obesitas. Tapi bukan kanker juga itu.

Our results provide strong evidence that parabens, in particular butylparaben, contribute to an increased risk that children will become overweight,” said senior study author Tobias Polte of Leipzig University Medical Center in Germany. Sumber referensi**.

Score EWG untuk Paraben.

  • Propylparaben: 9 (bendera merah), konsentrasi yang aman: maksimum 0,19%
  • Butylparaben: 9 (bendera merah). Maksimum 0,19%
  • Methylparaben: 3-4 (bendera kuning). Maksimum 0,2 %
  • Ethylparaben: 3 (bendera kuning). Maksimum 0,4%

4. DMDM Hydantoin 

Adalah formaldeyde releaser. Yaitu pengawet yang melepas formalin dalam jumlah kecil. Tujuan nya adalah mematikan bakteri, jamur dan patogen lainya supaya tidak mengontaminasi formula.

Termasuk pengawet yang kontroversial juga, karena ada hubungannya dengan formalin.
 
However, Menurut CIR expert, DMDM hydantoin tergolong aman untuk produk kosmetik, dengan konsentrasi maksimum 0,074%.
Jepang membatasi penggunaan DMDM hydantoin hingga 0,75% pada produk rinse-off dengan label warning. USA mengijinkan hingga 1,5%. Dan European Union hingga 0,6%. Sumber referensi***.

Agak menakutkan juga mendengar kata formalin. Namun faktanya, formalin itu senyawa natural yang sangat dekat dengan kita, dengan kehidupan sehari-hari kita, Gaes. Ada dalam buah, sayur, bahkan kopi yang kita minum.

Formaldehyde (formalin) adalah substansi natural yang terdiri dari carbon, hydrogen and oxygen. Manusia memproduksi 1.5 ounces of formaldehyde per day, sebagai bagian dari metabolisme. Menghirup formalin akan melalui proses metabolisme dan di konvert menjadi carbon dioxide ketika nafas dihembuskan. Formaldehida tidak akan terakumulasi di dalam tubuh.  Sumber referensi**.

"First of all, formaldehyde is a natural substance. Every living organism produces it, including the human body. It is, in fact, present in every breath we exhale.
Formaldehyde is also present in fruits, vegetables, meats, fish, and many beverages including alcoholic beverages and coffee".Sumber referensi***.

Walaupun demikian, "the dose makes the poison" artinya, jika seseorang menghirup formaldehida dalam jumlah banyak, dengan dosis 37% dalam larutan 30ml. Ya langsung Wassalam dah🤦

Dmdm Hydantoin juga memiliki efek samping berupa: iritasi, alergi, ruam kemerahan, terutama pada kondisi kulit tertentu. 

Score EWG untuk DMDM hydantoin: 6 (bendera kuning)

5. Imidazolydinyl urea, diazolidinyl urea 

Jangan keliru sama hydroxyethyl urea, yes. Sama-sama ada urea nya, tapi beda struktur dan fungsi. Hydroxyethyl urea justru bagus buat kulit, karena bersifat humektan, dan skin identical.

Sementara imidazolydinyl urea, atau diazolidinyl urea, adalah pengawet yang juga mengeluarkan formalin. Menurut CIR Expert, penggunan pada produk kosmetik masih dinilai  aman, dengan batas maksimum konsentrasi 0,5%.

Yah, jadi formaldeyde releaser ini sebenarnya masih dikatakan aman, artinya dia tidak menimbulkan efek samping yang serius bagi kesehatan Namun, yang perlu digarisbawahi adalah: efek samping yang berupa kulit iritasi dan alergi dalam penggunaan jangka panjang (terutama pada kondisi kulit tertentu). Jika kulit kalian sensitivitas nya tinggi, lebih baik lakukan test patch dulu, jika kebetulan skincare nya mengandung formaldeyde releaser.

Score EWG untuk imidazolydinyl urea dan diazolidinyl urea: 5 (bendera kuning).

6. Methylisothiazolinone (MI)

Adalah pengawet yang super efisien melawan bakteri. Sangat ampuh mencegah perkembangbiakan bakteri walau pada konsentrasi rendah.

Pengawet ini cukup kontroversial karena cenderung sensitizing dan berpotensi menimbulkan alergi. Sehingga hanya direkomendasikan digunakan untuk produk bilas/rinse-off/wash-off.  Konsentrasi maksimum yang diizinkan pada produk kosmetik adalah 0,01%.
Oleh sebab itulah, jika kulit kalian sensitif sebaiknya di test patch dulu, dibelakang telinga.
Score EWG: 7 (bendera merah).

Kesimpulan 

Jika kita adalah skincare addict, sudah pasti tidak bisa lepas dari pengawet. Entah itu phenoxyethanol, Paraben, Chlorphenesin, dmdm Hydantoin, dll. Karena faktanya mereka juga berjasa demi kelangsungan produk skincare itu sendiri. 

Pada akhirnya kita sendirilah yang harus memutuskan untuk memilih, mana diantara mereka yang sesuai dengan kondisi dan keunikan kulit kita masing-masing.

Jika kalian masih ragu, kalian bisa beralih menggunakan produk yang memakai preservatives non-kontroversial atau natural, seperti: Leuconostoc/Radish Root Ferment Filtrate, atau EURO-NApre (kombinasi 3 plant extract: Zanthoxylum Piperitum, Usnea Barbata Pulsatilla Koreana).

Ada sih, produk yang bahkan nggak perlu pengawet, yaitu produk Anhydrous (formula nya nggak mengandung air) atau oil-base. Tapi, biasanya emang nggak mudah ditemukan, itupun kalo ada, belum tentu match dengan kulit kita. Belum lagi harus menimbang harganya. ✌️

Yang perlu kita ketahui, bahwa masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, Gaes.
Natural preservatives juga memiliki kekurangan, salah satunya adalah kurang populer, jarang ditemukan produk dengan natural preservatives, dan biasanya mahal Gaes. Hemmm... Kita sih, maunya skincare murah, tapi Ingredients nya bagus. Hehe. Sungguh, keinginan dilematis yang nggak ada obatnya, Pemirsah ..😌

Well, terimakasih banyak sudah mampir dan membaca postingan Macam-macam pengawet dalam skincare dan Kontroversi nya, semoga hari-hari kalian tambah cerah😘





Sumber referensi:

  • *https://www.thefactsabout.co.uk/storage-cosmetic-products
  • **https://www.reuters.com/article/us-health-pregnancy-parabens-idUSKBN2052RX*
  • *https://www.americanchemistry.com/chemistry-in-america/chemistries/formaldehyde#:~:text=Formaldehyde%20is%20a%20naturally%20occurring,not%20accumulate%20in%20the%20body.
  • ***https://thedoctorweighsin.com/formaldehyde-cosmetics/
  • ****https://www.safecosmeticsaustralia.com.au/key-allergens/dmdm-hydantoin



3 comments

  1. Nice infonya min, pengawet sering kujadikan acuan buat milih produk dgn liat kadarnya soalnya kan jelas ky phenoxyetanol itu 1% walau masih abu2 sih
  2. Gimana caranya kits tau kadar persentase nya say kalo tidak tertera jumlah nya
  3. Diatas sudah dijelaskan berapa kisaran masing-masing pengawet nya, rata-rata tidak lebih dari 1%
DESCLAIMER: Saya bukan dokter, tapi seorang Skincare-Anthusiast yang telah lama mempelajari tentang kandungan skincare melalui jurnal dan berbagai sumber lain nya. Saya juga pernah mempunyai masalah kulit seperti: acne prone, oily, komedo, PIH, PIE, dermatitis atopik, alergi, sensitized, etc. Kondisi kulit saat ini: combination-to-dry, pori-pori besar, prone to eczema.

Semoga Skincapedia bisa membantu teman-teman dalam mencari referensi skincare 🙏
Developed by Jago Desain