Apakah rating komedogenik akurat?

Rating komedogenik memang cukup membantu, tapi tidak serta-merta 100% akurat, melainkan hanya mendekati (approximate). Jadi, jangan buru-buru parno, j

Kalau kalian sering cek Ingredients di Skincapedia, pasti sudah nggak asing dengan keterangan apakah produk tersebut non comedogenic, comedogenic rendah, sedang, atau tinggi berikut dengan rating (1-5) komedogenik nya.

Ilustrasi antara pori-pori yang bersih, tersumbat, dan yang menjadi jerawat.

Apa sih potensi komedogenik itu?

Potensi komedogenik adalah kecenderungan suatu Ingredients untuk menyumbat pori-pori yang diukur dengan skala / rating 0-5.
  • 0 ---> non comedogenic
  • 1 ---> kemungkinan kecil menyumbat pori-pori
  • 2-3 ---> moderately comedogenic/ potensi menymbat pori-pori sedang
  • 4-5 ---> severely comedogenic/ potensi menyumbat pori-pori tinggi.

Skala komedogenik tersebut dipublikasikan dalam journal penelitian James E. Fulton, 1989
Dengan judul "Comedogenicity and irritancy of commonly used ingredients in skin care products"

Nah, setelah kita mengecek Ingredients, logika kita biasanya akan 'berjalan' seperti ini ~~~>> semakin banyak Ingredients berpotensi komedogenik pada formula skincare, semakin tinggi risiko kulit mengalami break out.

Tapi...tapi ... Rupanya, Faktanya nggak bisa sesimple itu, Gaes...


Lalu apa yang membuat rating komedogenik tidak sesederhana itu?

Yup, jadi rating tersebut (walau dikeluarkan oleh journal penelitian sekalipun) tidak serta merta 100% akurat, tapi sifatnya approximate alias hanya mendekati

Kenapa?

1. Test komedogeniknya dilakukan pada telinga kelinci bagian dalam. Hal ini dinilai tidak betul-betul mencerminkan kondisi kulit manusia sesungguhnya, sehingga hanya mampu membedakan sisi negatifnya saja.

“[the rabbit ear] model is unable to accurately depict the acnegenic potential of chemical compounds, and is therefore only valuable for distinguishing absolute negatives.” – Mirshahpanah and Maibach, 2007.


Bagian dalam telinga kelinci yang dijadikan percobaan.

2. Seandainya benar-benar menggunakan kulit manusia, itupun sampelnya juga nggak mungkin bisa mengkover semua kondisi kulit orang di seluruh dunia yang masing-masing memiliki keunikan sendiri.

3. "The dose makes the poison". Artinya konsentrasi masing-masing ingredients juga menentukan apakah pada akhirnya produk tersebut betul-betul komedogenik atau tidak.

Substances that are strongly comedogenic when tested neat (by itself) or in high concentrations become non-comedogenic after sufficient dilution.” – Kligman, 1996

Satu bahan potensi komedogenik tinggi apabila telah diiencerkan dalam formula, maka sangat mungkin potensinya akan berkurang..

Contoh:
Isopropyl isostearate, ketika ditest pada konsentrasi 100% ratingnya ---> 4. Ketika diencerkan menjadi 50% ratingnya turun --> 2-3. Dan, pada saat konsentrasi dalam formula hanya 5%,  komedogenik nya jadi: 1-2..

Dan seterusnya....

FYI: test yang dilakukan pada kelinci percobaan, murni menggunakan konsentrasi 100% undiluted (tanpa diencerkan dalam formula). Jadi yang di test itu cetyl alcohol nya saja, isopropyl Myristate aja, atau lauric acid aja. Dst. Sementara kita, nggak mungkin mengaplikasikan cetyl alcohol saja ke kulit wajah, kan?

Seringnya, yang kita pakai adalah produk jadi, dan kebetulan ada cetyl alcohol yang menjadi bagian kecil dari formulasi. 

#cetyl alcohol ratingnya berapa?Hayo....🤭

Bayangkan, jika butylene Glycol yang ratingnya 1, kemudian dalam formula konsentrasi nya nggak sampai 50%, maka potensi komedogenik nya menjadi .....bla-bla-bla.

Itulah sebabnya, kadang jika dalam formula hanya mengandung 1 bahan potensi komedogenik (misalnya butylene Glycol), saya selalu menulis 'abaikan' saja potensi nya... HEHEHE ✌️


Fakta tentang potensi komedogenik

Key Fact 1 ---> even if an ingredient is comedogenic on its own, if blended in low concentration (less than 5%) in a product, it might not make that product comedogenic overall.

Bahkan ketika bahan tersebut komedogenik nya tinggi, namun jika konsentrasi dalam formula kurang dari 5%, maka kemungkinan potensi komedogenik nya turun, atau bahkan jadi nol.


Key Fact 2---> even if a product is formulated without any known comedogenic ingredients, it can still be mildly comedogenic on the skin for some people.

Bahkan, jika suatu produk diformukasikan tanpa bahan potensi komedogenik, tetap ada kemungkinan dapat memicu komedo pada kondisi kulit tertentu (oily, pori-pori besar, acne prone, comedogenic prone). 

Karena pada dasarnya, kulit kita ini terdiri dari sekumpulan minyak, lemak, lipid yang teroksidasi, timbunan kulit mati, keratin, (yang---pakai atau tidak pakai skincare pun) tetap pada akhirnya memicu komedo.


Key Fact 3 ----> combination effects: ingredients mixed together could sometimes be more comedogenic than the single ingredients themselves – and sometimes less. What the ingredient was dissolved in could also make a difference.

Bisa jadi, ketika 2 atau lebih bahan non comedogenic dicampur dalam 1 formula, ternyata malah jadi semakin komedogenik. Atau bahkan sebaliknya. Sifat komedogenik suatu Ingredients bisa berubah tergantung Formulasinya.

Contoh:
Cetearyl alcohol dan ceteareth-20, dua bahan ini apabila terpisah ratingnya 2, tapi bila dicampur dalam satu formula, ratingnya jadi 4.

Ekstrak algae (rating 5) jika dalam formula ternyata nggak sampai 5%, maka ratingnya juga akan berubah.


Key Fact 4 --->  the thickness of a plant oil does not always equal very high comedogenicity (Castor oil, for example, is very thick yet minimally comedogenic).

Potensi komedogenik pada minyak/plant oil tidak ditentukan oleh kekentalan tekstur nya.
Dan tidak semua minyak itu komedogenik.

Contoh: Castor oil bertekstur kental/thick/berat tapi ternyata potensi komedogenik nya rendah.
Sebaliknya, Coconut oil, bertekstur ringan mudah meresap, tapi malah komedogenik nya cukup tinggi.

Safflower oil, sunflower oil, seabuckthorn oil, grapeseed oil adalah salah satu contoh minyak yang nyaris non comedogenic


Key Fact 5----> Water-based skincare formulations (moisturizers, creams, serums, lotions) have higher water content and are less likely to clog pores; however, they can contain some non 'oily' ingredients that can be comedogenic too.

Formulasi water-based, which is, konsentrasi airnya lebih banyak yang notabene lebih ringan dan mudah terserap oleh kulit, belum tentu non-comedogenic. Sebab, bisa jadi dalam formula tersebut terdapat bahan-bahan non-oily tapi potensi komedogenik nya tinggi. Contoh: caragenaan, algae extract, algin, sodium chloride.


Key Fact 6 ---->  Rinse off  product (exfoliants, masks, cleansing balms or oils) formulated with comedogenic ingredients are not very occlusive and will not clog the pores.

Produk bilas (sabun cuci muka, masker, Cleansing balm, Micellar Water, Peeling serum bilas) yang diformulasikan dengan bahan potensi komedogenik, TIDAK AKAN menyumbat pori, karena di situ dia nggak terlalu oclusive. Dan pada akhirnya ikut terbilas oleh air..

Contoh

Biasanya dalam produk pembersih SOAP formula, terdapat asam lemak misalnya lauric acid, myristic Acid, stearic acid, palmitic acid, kemudian diikuti potassium hydroxide (Soda APi KOH).

Nah, para asam lemak tersebut (yang notabene cukup komedogenik dalam produk leave on) menjadi tidak berlaku dalam formula pembersih.

Why? Karena sudah bereaksi dengan KOH menjadi SOAP/sabun. Jadi sifat aslinya sudah totally berubah, nggak mungkin oclusive lagi. Dan secara teknis nggak akan menyumbat pori.

 See?



Kesimpulan

Rating komedogenik memang cukup membantu, tapi tidak serta-merta 100% akurat, melainkan hanya mendekati (approximate). Jadi, jangan buru-buru parno, jika formulasi suatu produk menyertakan bahan potensi komedogenik. Sebab, belum tentu mereka betul-betul menyumbat pori, terutama jika hanya mengandung 1- 2 bahan potensi komedogenik rendah, atau jika mereka terdapat di list terakhir (yang berarti konsentrasi nya rendah). Sehingga rating nya juga ikut turun dan tidak terlalu berpengaruh signifikan.

Dan sekali lagi, kondisi kulit juga berpengaruh terhadap 'kemunculan' komedo itu sendiri. Bahkan formula yang sama, dipakai dengan prosedur yang sama pada orang yang berbeda, efeknya belum tentu akan serupa.

Bagaimana cara kita mengetahui nya secara pasti?

Setelah kita melalui berbagai pertimbangan, kita tetap harus melalui tahap 'trial and error'.

Cek Ingredients yang berpotensi komedogenik ~~> Cek review pengguna ~~> ketahui kondisi dan kebutuhan kulit ~~> trial and error

Hanya dengan mencoba dan mencoba yang membuat kita akhirnya tahu...

Karena expert pun nggak bisa menjamin 100%.


Question...

"Kak, tolong...Pori-pori ku gampang sekali tersumbat bahkan ketika potensi komedogenik nya rendah sekalipun. Kenapa susah sekali cari produk yang betul-betul bersih dari bahan berpotensi komedogenik?"

Pada akhirnya jika kita tidak bisa menghindar... solusinya, hadapilah dengan senyuman....dengan rutin exfo-scrub atau minimal rajin-rajinlah lah double cleanse.

Ituh.
😁


Sumber referensi: 

https://www.nativessentials.com/blogs/clean-beauty-notes/comedogenic-ingredients

https://labmuffin.com/fact-check-how-to-use-comedogenicity-ratings/

Journal PDF: JAMES E. FULTON, JR., Acne Research Institute, 1236 Somerset, Newport Beach, CA 92660. Received September 3, 1989. Presented at the Southern California Section, California Chapter, Society of Cosmetic Chemists, Spring 1989.

5 comments

  1. Membantu banget infonya kak ��
  2. Terimakasih kak. Kak mau request. Tolong tong bahas kenapa banyak skincare sekarang yang claim no animal tested. Memangnya kenapa ya kak? Apa gak boleh atau gak akurat atau gmn?
  3. Tak jawab disini aja ya?

    No animal tested, artinya produk tersebut tidak diuji cobakan pada hewan...

    Jawabannya...
    Pertama, animal tested tidak seakurat dermatology tested atau uji in-vivo (uji pada manusia). Karena kulit hewan dan kulit manusia cukup berbeda. Metabolisme juga berbeda.

    Dua. Pengujian terhadap hewan dinilai tidak manusiawi...karena tak sedikit hewan percobaan ini berujung stress, lumpuh, bahkan mati...

    Ketiga. udah 'nyiksa' tapi hasilnya belum tentu akurat...kan rasanya percuma...sehingga akhirnya banyak negara yang melarang pengujian produk kosmetik terhadap hewan...

    CMMIW...

    Semoga membantu 🙏🙏
  4. Menurut kakak lebih bagus pakai rangkaian skincare yg paket (ex. Ms glow, scarlett, dll..) atau pakai rangkaian beda2 merk?
  5. Pakai ms glow aja, bagus tu hasilnya, kebetulan sodara ku ada yang pakai ms glow...hasilnya bagus ...☺️

    Tapi kalo aq sendiri beda-beda merk, hihihi☺️
DESCLAIMER: Saya bukan dokter, tapi seorang Skincare-Anthusiast yang telah lama mempelajari tentang kandungan skincare melalui jurnal dan berbagai sumber lain nya. Saya juga pernah mempunyai masalah kulit seperti: acne prone, oily, komedo, PIH, PIE, dermatitis atopik, alergi, sensitized, etc. Kondisi kulit saat ini: combination-to-dry, pori-pori besar, prone to eczema.

Semoga Skincapedia bisa membantu teman-teman dalam mencari referensi skincare 🙏
Developed by Jago Desain